Larangan Ekspor Dicabut, Petani Sawit: Terima Kasih Jokowi!

JAKARTA – 7 Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia yang terdiri dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi), mengapresiasi dan berterimakasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo pada Kamis (19/5/2022 telah mengumumkan secara resmi pencabutan larangan ekspor minyak goreng sawit yang akan berlaku pada Senin (23/5/2022).

Ketua Umum APKASINDO Perjuangan Alpian Arahman mengatakan, dengan di bukanya Kembali ekpor minyak goreng ini tentunya akan menormalkan tataniaga sawit Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani di seluruh Indonesia.

“Sebelumnya kami sempat mengalami masalah baik dari sisi harga yang turun drastis dibawah rata-rata Rp 2.000 per kilogram dan juga pembatasan pembelian TBS sawit yang di lakukan oleh beberapa perusahaan di wilayah sumatera, Kalimantan dan juga Sulawesi,” katanya dalam keterangan resminya, Kamis (19/5/2022).

“Kami dari Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia mengapresiasi dan berterimakasih kepada bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah resmi mencabut larangan ekspor minyak goreng (migor) beserta produk turunannya. Dengan pencabutan larangan ini kami berharap bisa menormalkan tataniaga sawit Tandan Buah Segar (TBS) petani sawit di seluruh Indonesia, yang sempat mengalami masalah baik dari sisi harga yang turun drastis di bawah rata-rata Rp 2.000 per kilogram dan juga pembatasan pembelian TBS yang di lakukan oleh beberapa perusahaan di wilayah sumatera, Kalimantan dan juga Sulawesi,” ujarnya dalam siaran resminya Jumat (20/5/2022).

Sementara itu Ketua Umum POPSI Pahala Sibuea mendukung langkah Presiden Joko Widodo untuk melakukan pembenahan regulasi di lembaga BPDPKS. Sebab menurut dia, BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tatakelola sawit di Indonesia.

“Misalnya pembenahannya itu ke depan BPDPKS harus fokus mendukung kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Pahala Sibuea juga menyatakan, selama ini BPDPKS banyak dimanfaatkan hanya untuk kepentingan konglomerat biodiesel saja.

“Misalnya ini bisa di lihat dari dana BPDPKS Rp 137,283 triliun yang di pungut sejak tahun 2015 – 2021 mayoritas sekitar 80,16 persen dana itu hanya untuk subsidi biodiesel yang dimiliki oleh konglomerat sawit, sementara petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” bebernya.

“karena kami juga melihat di BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tatakeloa sawit di Indonesia misalnya kedepan BPDPKS itu harus fokus mendukung kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia,” kata Pahala.

Lebih lajut tutur Pahala Sibuea, selama ini BPDPKS banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konglomerat biodiesel sawit misalnya ini bisa di lihat dari dana BPDPKS 137,283 Triliun yang di pungut sejak tahun 2015 – 2021 mayoritas sekitar 80,16 persen dana itu hanya untuk subsidi biodiesel yang dimiliki oleh konglomerat sawit, sementara petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program PeremajaanSawit Rakyat (PSR).

Lantas, Ketua Umum FORTASBI H. Narno berharap setelah pencabutan ekspor minyak goreng maka tatakelola sawit yang harus di perhatikan oleh pemerintah adalah adanya dukungan kepada kelembagaan petani sawit untuk memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sampai minyak goreng dengan memanfaatkan beradaan dana sawit yang di Kelola oleh BPDPKS.

Site Footer